Keputusan Bahtsul
Masail PWNU DI PP. Aqidah Usmuny Sumenep 3-4 JULI 2009
Deskripsi
Masalah:
Dalam rangka
meningkatkan pelayanan atas kebutuhan listrik masyarakat yang terus meningkat,
maka pemerintah berencana membangun instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
(PLTN) di Madura (isunya di daerah Kecamatan Pasongsongan Kab. Sumenep). Reaktor
yang direncanakan untuk dibangun di Madura menggunakan sistem SMART (System
Modular Advanced Reactor) dengan proses desalinasi. Proyeksinya, reaktor
tersebut akan menghasilkan 200 MW listrik dan 4.000 m3 air bersih perhari. Hasil
studi Kementrian Ristek dan LIPI, Riset Unggulan Terpadu Tahun 2002 menyebutkan
mengikuti pembangunan jembatan Suramadu dan industrialisasi, kebutuhan listrik
dan air bersih di Madura akan meningkat 4% pertahun (Djokolelono, 2002:1). Untuk
jangka panjang, PLTN jenis SMART dengan desalinasi dapat menjawab kebutuhan
itu.
Nah, selain
menciptakan ketergantungan, PLTN juga sangat mahal (Studi MIT: biaya
pembangkitan PLTN 6,7 c/kWh, PLTU batu bara 4,2 c/kWh, sedangkan PLTGU 3,8 c/kWh
[pada harga gas 3,7 dollar AS/MCF]. Studi University of Chicago [2004]: PLTN
6,5-7,2 c/kWh, sementara PLTU batu bara 4,3-4,9 c/kWh) dan berumur pendek
(antara 25-35 tahun, lalu musti ditutup dengan biaya yang juga sangat besar).
Sementara itu, Indonesia sendiri sangat kaya akan sumber-sumber energi
terbarukan, seperti panas bumi, angin, air, matahari, mikrohidro dan biomassa.
Pemanfaatan sumber-sumber tersebut secara optimal akan mampu mencukupi kebutuhan
energi seluruh negeri.
Pertanyaan:
1. Bagaimana
hukum membangun PLTN bagi pemerintah Indonesia?
2. Apa yang
harus dilakukan warga negara menyikapi rencana pembangunan PLTN tersebut?
Jawaban :
Masalah PLTN ini tidak hanya menyangkut masalah energi,
tapi juga melibatkan aspek lingkungan, ekologi, sosial, politik dan ekonomi.
Sebagai agama yang syamil (meliputi berbagai aspek kehidupan) dan kamil
(sempurna secara keseluruhan) , Islam diharapkan mampu memberikan jawaban
mengenai PLTN melalui penelusuran norma-norma Islam, baik dalam bentuk prinsip
dasar maupun perasional, baik yang terdapat dalam nash maupun pengalaman
historis masyarakat Islam, agar penanganan masalah PLTN tetap mengacu kepada
fitrah kemanusiaan.
Untuk
meneropong masalah PLTN dengan kompleksitas persoalannya, prinsip yang menjadi
acuan adalah menegakkan kemaslahatan dan menghindarkan kemafsadatan. Dari
prinsip ini, maka kebijakan yang menyangkut tentang hajat hidup umat, baik yang
dlaruriyyat (kebutuhan
primer), hajiyyat (kebutuhan sekunder) maupun tahsiniyyat (kebutuhan tersier atau kemewahan) harus mengakomodir tiga aspek utama; yakni
primer), hajiyyat (kebutuhan sekunder) maupun tahsiniyyat (kebutuhan tersier atau kemewahan) harus mengakomodir tiga aspek utama; yakni
[1]aspek
tata kehidupan
[2]aspek
pemenuhan kebutuhan,
[3]aspek
kesesuaian dengan syari’ah.
Maslahat dan mafsadah dalam
konteks ini, yang menjadi acuan hukum adalah yang muhaqqaqah atau nyata, bukan
yang mauhumah atau hanya praduga. Setelah mempertimbangkan berbagai argumentasi
dari para pakar, baik yang pro maupun kontra, dan dengan berpegang teguh pada
ajaran
ahlussunnah wal jama’ah, prinsip tawassuth, i`tidal, tasamuh, tawazun, al-shidqu, al-amanah dan al-wafa-u bil al-`ahd, maka forum mubahasah memutuskan:
ahlussunnah wal jama’ah, prinsip tawassuth, i`tidal, tasamuh, tawazun, al-shidqu, al-amanah dan al-wafa-u bil al-`ahd, maka forum mubahasah memutuskan:
1.
Pembangunan PLTN HUKUMNYA HARAM, dengan
pertimbangan:
·
Proyek PLTN mengandung aspek maslahah
dan mafsadah. Kemaslahatan PLTN diperkirakan mampu mensupply kebutuhan energy
nasional sebesar 2-4 %. Sedangkan aspek mafsadahnya karena proyek PLTN pasti
menghasilkaan limbah radioaktif yang diyakini mafsadahnya dan diragukan
kemampuan pengamanannya. Dengan demikian, maka prinsip menghindari mafsadah
harus didahulukan, sesuai dengan kaidah: dar’u al-mafasid muqaddam `ala jalb
al-mashalih.
·
Kewajiban pemerintah adalah menjamin ketenteraman warganya
dengan melaksanakan pembangunan infrastruktur dan suprastruktur yang membawa
kemaslahatan sesuai dengan derajat kepentingan yang dihadapi warganya, sesuai
dengan kaidah: tasharruf al-imam ‘ala al-ra’iyyah manuth bi al-maslahah
·
Proyek PLTN nyata-nyata memiliki
efek samping yang menurut penelitian belum ada solusi yang seratus persen save
atas akibat yang ditimbulkan. Diantara efek samping itu diantaranya
adalah :
1.
PLTN menghasilkan limbah radioaktif yang sangat berbahaya, sementara masih diragukan
kemampuan pengamanannya. Sampai saat ini, Belum ditemukan teknologi untuk
mengolah limbah bahan bakar PLTN yang telah terpakai untuk dibuang
selamanya.
2.
PLTN menimbulkan dampak merusak lingkungan seperti naiknya suhu air laut sehingga
mengakibatkan matinya biota laut dan mengurangi sumber penghasilan
nelayan.
3.
Ketergantungan terhadap asing, baik dari segi desain dan teknologi PLTN,
operasi PLTN maupun perawatan PLTN, semua dikerjakan oleh asing. Dari segi bahan
baku energi PLTN yaitu uranium, Indonesia hanya memiliki tambang uranium dengan
deposit kecil dan berkadar rendah, sehingga perlu proses pengayaan uranium.
Sebagai negara berkembang, Indonesia akan dihalangi oleh pihak barat untuk
memperkaya uranium (non-proliferasi) seperti Iran, agar selalu tergantung kepada
produsen uranium asing.
4.
Timbunan limbah nuklir beradiasi yang dihasilkan PLTN diperkirakan akan
bertahan lebih dari 24.000 tahun, mengharuskan Negara bertanggung jawab
menjaganya dengan biaya tinggi.
الأشباه والنظائر 97
درء المفاسد أولى من جلب المصالح
فإذا تعارض مفسدة ومصلحة قدم دفع المفسدة غالبا لأن اعتناء الشارع
بالمنهيات أشد من اعتنائه بالمأمورات ولذلك قال صلى الله عليه وسلم إذا أمرتكم بأمر
فائتوا منه مااستطعتم وإذا نهيتكم عن شيء فاجتنبوه ومن ثم سومح في ترك بعض الواجبات
بأدنى مشقة كالقيام في الصلاة والفطر والطهارة ولم يسامح في الإقدام على المنهيات
وخصوصا الكبائر. وفى الفوائد إلا
إذا تحققت الضرورة
فتاوى الرملي جزء 3 ص 13-14
سئل عما جرت به العادة من عمل النشادر خارج البلد لأن ناره يوقد بالروث
والكلس فإذا شمت الأطفال دخانه حصل لهم منه ضرر عظيم في الغالب وربما مات بعضهم منه
فعمل شخص معمل نشادر في وسط البلد وأوقد عليه بما ذكر فشم دخانه طفل رضيع فمرض مرضا
شديدا فهل الإيقاد حرام فيأثم به ويعزر عليه ويجب الإنكار عليه ويمنع منه ويضمن ما
تلف به، فأجاب بأنه يحرم عليه الإيقاد المذكور إذا غلب على ظنه تضرر الغير به فيأثم
به وللحاكم تعزيره عليه ويجب الإنكار عليه بسببه ومنعه منه ويضمن ما تلف بسببه
مطلقا
﴿ مطالب اولى النهى فى شرح غاية المنتهى لمصطفى بن سعد بن عبدة
الرحيباني الحنبلي 3/357-358 (المكتب الاسلامي) ﴾
( فصل : ) ( وحرم ) على مالك ( أن يحدث بملكه ما يضر بجاره ) ; لخبر {
لا ضرر ولا ضرار } احتج به أحمد ( كحمام ) يتأذى جاره بدخانه , أو ينضر حائطه بمائه
, ومثله مطبخ سكر ( وكنيف ملاصق لحائط جاره ) يتأذى بريحه , أو يصل إلى بئره , (
ورحى ) يهتز بها حيطانه , ( وتنور ) يتعدى دخانه إليه , ( وعمل دكان قصارة أو حدادة يتأذى بكثرة دق وبهز الحيطان ) ; للخبر .
( و ) يحرم ( غرس شجر نحو تين ) كجميز ( تسري عروقه ) ; أي : أصوله ( فتشق مصنع
غيره ) ; أي : جاره ( وحفر بئر يقطع ماء بئر جاره وسقي وإشعال نار يتعديان ) إلى
جاره ونحو ذلك من كل ما يؤذيه .
( ويضمن ) من أحدث بملكه ما يضر بجاره ( ما تلف بذلك ) بسبب الإحداث ;
لتعديه به , ( ولجاره منعه إن أحدث ذلك كابتداء إحيائه ) ; أي : كما له منعه من
إحياء ما بجواره ; لتعلق مصالحه به كما له منعه من دق وسقي يتعدى إليه
, ( بخلاف طبخه وخبزه في ملكه , فلا يمنع ) منه ; لدعاء الحاجة إليه , و ( ليسر
ضرره ) , لا سيما بالقرى .
وإن ادعى فساد بئره بكنيف جاره أو بالوعته , اختبر بالنفط يلقى فيها ,
فإن ظهر طعمه أو ريحه بالماء ; نقلت إن لم يمكن إصلاحها بنحو بناء يمنع وصوله إلى
البئر ( ولا يمنع من ذلك ) المضر بالجار
( سابق بضرر لاحق ; كمن له في ملكه نحو مدبغة ) كرحى وتنور ( فأحيا ) إنسان ( آخر
بجانبها مواتا ) أو بنى دارا , أو اشترى دارا بجانبه بحيث يتضرر صاحب الملك المحدث
بما ذكر من نحو المدبغة ; لم يلزم صاحب المدبغة ونحوها إزالة الضرر ; لأنه لم يحدث
بملكه ما يضر بجاره .
( وقال
الشيخ تقي الدين ) : ( من كانت له ساحة يلقي فيها التراب والحيوان ) الميت , (
ويتضرر الجيران بذلك , فإنه يجب على صاحبها دفع تضرر الجيران , إما بإعمار بها , أو
إعطائها لمن يعمرها , أو منع من يلقي فيها ) ما يضر بالجيران
Komentar
Posting Komentar