Hakim Menceraikan Berdasar Pendapat Lemah

Hasil Bahtsul Masail PWNU Jatim 1982 di PP. Asembagus Situbondo
Deskripsi Masalah:
Terjadi dalam pengadilan agama suatu persidangan syiqaq (persengketaan) antara suami isteri lalu mengangkat dua hakim dari pihak suami dan pihak isteri menurut qaul yang kedua sebagai wakil dari hakim/qadli. Dan apabila kedua hakim tersebut tidak mendapatkan persamaan pendapat, maka hakim mengangkat kedua hakim lelaki yang terdiri dari pegawai kantor yang bersangkutan, kemudian apabila kedua hakim yang baru juga berselisih seperti kedua hakim yang pertama, maka hakim atau qadli menjatuhkan talaq tanpa persetujuan suami bahkan adakalanya suami tidak hadir pada persidangan itu.
Pertanyaan:
Dapatkah dibenarkan tindakan hakim yang bersitimbath atas sebagian ulama’ seperti yang tercantum di dalam kitab Ghoyatu al-Marom karangan Syeh Muhyiddin Mufti Makkah?
١. غاية المرام للشيح محي الدين مفتي مكة وعبارته:
إِذَا اشْتَدَّ عَدَمُ رَغْبَةِ الزَّوْجَةِ لِزَوْجِهَا طَلَّقَ اْلقَاضِي طَلْقَةً.
"Ketika seorang isteri sudah sangat tidak suka kepada suaminya maka seorang qadli (hakim) menceraikannya satu kali".
۲. نيل الأوطار للشوكاني وعبارته:
فَلَيْسَ لِلزَّوْجَةِ تَخْلِيْصُ نَفْسِهَا مِنْ تَحْتِ زَوْجِهَا إِلاَّ إِذَا دَلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى جَوَازِ ذَلِكَ كَمَا فِي اْلإِعْسَارِ عَنِ النَّفَقَةِ وَوُجُوْدِ اْلعَيْبِ الْمُسَوِّغِ لِلْفَسْخِ، هَكَذَا إِذَا كَانَتِ الْمَرْأَةُ تَكْرَهُ الزَّوْجَ كَرَاهَةً شَدِيْدَةً.
"Bagi isteri tidak diperbolehkan membebaskan dirinya dari suami kecuali ada tanda-tanda yang memperbolehkan hal tersebut, seperti sulitnya nafkah, adanya aib (cacat) yang memperbolehkan fash (merusak nikah). Hal itu berlaku bagi perempuan yang sangat benci kepada suaminya".
Jawaban:
Hukum tersebut tidak dibenarkan, karena beristinbath pada pendapat yang tidak terkenal. Masalah tersebut telah dibahas dalam Mu’tamar NU ke XV.
Dasar Pengambilan Hukum:
1. Hasyiah al-Syarqawi, Juz II, Hlm. 276
(فَإِنِ ادَّعَى كُلٌّ) مِنَ الزَّوْجَيْنِ (تَعَدِّىَ اْلآخَرِ) عَلَيْهِ (وَاشْتَبَهَ) الْحَالُ (بَعَثَ اْلقَاضِى) وُجُوْبًا (حَكَمَيْنِ بِرِضَاهُمَا) لِيَنْظُرَا فِي أَمْرِهِمَا بَعْدَ احْتِلاَءِ حَكَمِهِ بِهِ وَحَكَمِهَا بِهَا وَمَعْرِفَةِ مَا عِنْدَهُمَا فِي ذَلِكَ ثُمَّ (يَفْعَلاَنِ الْمَصْلَحَةَ) بَيْنَهُمَا (مِنَ اِصْلاَحٍ وَتفْرِيْقٍ) قَالَ تَعَالَى: وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا (النساء:٣٥) وَيُسْتَحَبُّ كَوْنُهُمَا مِنْ أَهْلِهِمَا لِلآيَةِ وَِلأَنَّ اْلأَهْلَ أَعْرَفُ بِمَصْلَحَةِ اْلأَهْلِ (وَهُمَا وَكِيْلاَنِ لَهُمَا) لاَ حَكَمَانِ مِنْ جِهَّةِ الْحَاكِمِ ِلأَنَّ الْحَالَ قَدْ يُؤَدِّى إِلَى الْفِرَاقِ وَاْلبُضْعُ حَقُّ الزَّوْجِ وَالْمَالُ حَقُّ الزَّوْجَةِ وَهُمَا رُشْدَانِ فَلاَ يُوَلَّى عَلَيْهِمَا فِي حَقِّهِمَا (فَيُوَكِّلُ) هُوَ (حَكَمَهُ بِطَلاَقٍ وَقَبُوْلِ عِوَضٍ وَتُوَكِّلُ) هِيَ (حَكَمَهَا بِبَذْلِ عِوَضٍ وَقَبُوْلِ طَلاَقٍ بِهِ) أَىْ بِالْعِوَضِ. ثُمَّ الْحَكَمَانِ يَشْتَرِكُ فِيْهِمَا اْلإِسْلاَمُ وَالْحُرِّيَّةُ وَالْعَدَالَةُ وَاْلإِهْدَاءُ إِلَى الْمَقْصُوْدِ مِنْ بَعْثِهِمَا وَيُسَنُّ كَوْنُهُمَا ذَكَرَيْنِ.
"Apabila masing-masing antara suami atau istri mengaku/saling menuduh lainnya dan permasalahannya hampir sama (sama punya alasan) maka seorang qadli wajib mengangkat hakam (juru runding) diantara keduanya yang dapat diterima kedua belah pihak. Untuk menyidik perkara keduanya setelah disertai permasalahan dari suami dan permasalahan dari istri. Dan apa saja yang menyangkut keduanya. Kemudian hakam supaya melakukan yang lebih maslahat, apakah damai atau cerai. Allah I berfirman, yang artinya : “jika kalian khawatir terjadi syiqoq (perpecahan) antara keduanya, maka angkatlah juru hakam dari kedua suami dan juru hakam dari keluarga istri (QS. An-Nisa’: 35). Disunnahkan keberadaan juru hakam dari kedua keluarga dengan dasar ayat tersebut. Dan juru hukum dari keluarga itu akan lebih mengetahui kemaslahatan dari keluarga itu sendiri. Dan juru hakam itu sebagai wakil dari keluarganya. Bukan sebagai orang yang mengadili seperti hakim secara umum. Dan pula kondisi seperti itu terkadang mengakibatkan pertentangan atau perpisahan. Dan budlu’ (kemaluan perempuan) itu hak suami, dan harta benda itu haknya istri, dan keduanya adalah pandai (yang mengetahui haknya) maka juru hukum tidak boleh menguasai hak dari keduanya, dan ia di posisi sebagai wakil. Yaitu juru hakim dari pihak laki-laki mewakili tholaq dan menerima iwadl (pengganti maskawin yang diberikan istri) dan juru hakam dari pihak istri sebagai orang yang mewakili menyerahkan iwadz dan menerima tholaq. Kemudian kedua juru hukum itu disyaratkan harus islam, merdeka, adil dan member petunjuk pada tujuan pengangkatan dirinya. Dan sunnah kedua juru hakam itu laki-laki keduanya".
2. Ahkamu al-Fuqaha’, Juz II, Hlm. 128-129
وَلَوِ اشْتَدَّ الشِّقَاقُ أَىِ الْخِلاَفِ بَيْنَهُمَا بِأَنْ دَامَ عَلَى التَّسَاؤُبِ وَالتَّضَارُبِ....إِلَى أَنْ قَالَ: وَهَلْ بَعْثُهُ وَاجِبٌ أَوْ مُسْتَحَبٌّ. وَجْهَانِ: صَحَّحَ فِي الرَّوْضَةِ وُجُوْبَهُ لِظَاهِرِ اْلأَمْرِ فِي اْلآيَةِ. وَفِي الشَّرْقَاوِي لِتَحْرِيْرٍ مَا نَصُّهُ: (فَإِنِ ادَّعَى كُلٌّ) مِنَ الزَّوْجَيْنِ (تَعَدِّىَ اْلآخَرِ) عَلَيْهِ (وَاشْتَبَهَ) الْحَالُ (بَعَثَ اْلقَاضِى) وُجُوْبًا (حَكَمَيْنِ بِرِضَاهُمَا) لِيَنْظُرَا فِي أَمْرِهِمَا بَعْدَ احْتِلاَءِ حَكَمِهِ بِهِ وَحَكَمِهَا بِهَا وَمَعْرِفَةِ مَا عِنْدَهُمَا فِي ذَلِكَ ثُمَّ (يَفْعَلاَنِ الْمَصْلَحَةَ) بَيْنَهُمَا (مِنْ اِصْلاَحٍ وَتفْرِيْقٍ) قَالَ تَعَالَى: وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا ...اللآية.
"Jika telah parah pertentangan antara suami dan isteri, seperti keduanya salin menjelekkan atau adu fisik berkepanjangan …s/d… apakah memberikan penengah itu hukumnya wajib ataukah sunnah? Jawabannya ada dua: Pertama, dalam kitab Raudlah wajib mengutus penengah karena hal tersebut tersirat dari dhahirnya ayat. Kedua, dalam kitab Asy-Syarqowi tertulis “Jika antara suami dan isteri saling menuduh kertidak baikan satu sama lain maka wajib bagi seorang qadli untuk mengirim penengah yang keduanya saling rela, agar keduanya dapat melihat perkara masing-masing dan memberikan keputusan, kemudian mengambil tindakan yang lebih maslahat antara keduanya, yaitu apakah damai atau berpisah. Allah berfirman: “Jika kalian menghawatirkan terjadinya perpecahan antara keduanya (suami dan isteri) maka utuslah seorang juru hukum dari pihak suami dan juru hukum dari pihak isteri".

Komentar