Ada berapa macam bid'ah itu?
JAWAB
Orang-orang yang tidak
sependapat dengan amalan warga NU (Nahdlotu 'Ulama) Indonesia biasanya
membidahkan amalan warga Nahdliyin dengan dalil sebagai berikut:
- Barangsiapa menimbulkan sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kita yang bukan dari ajarannya maka tertolak. (HR. Bukhari)
- Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah, dan sebaik-baik jalan hidup ialah jalan hidup Muhammad, sedangkan seburuk-buruk urusan agama ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan tiap bid'ah adalah sesat, dan tiap kesesatan (menjurus) ke neraka. (HR. Muslim)
- Apabila kamu melihat orang-orang yang ragu dalam agamanya dan ahli bid'ah sesudah aku (Rasulullah Saw.) tiada maka tunjukkanlah sikap menjauh (bebas) dari mereka. Perbanyaklah lontaran cerca dan kata tentang mereka dan kasusnya. Dustakanlah mereka agar mereka tidak makin merusak (citra) Islam. Waspadai pula orang-orang yang dikhawatirkan meniru-niru bid'ah mereka. Dengan demikian Allah akan mencatat bagimu pahala dan akan meningkatkan derajat kamu di akhirat. (HR. Ath-Thahawi)
- Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kamu ikut memasukinya. Para sahabat lantas bertanya, "Siapa 'mereka' yang baginda maksudkan itu, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Orang-orang Yahudi dan Nasrani." (HR. Bukhari)
- Tiga perkara yang aku takuti akan menimpa umatku setelah aku tiada: kesesatan sesudah memperoleh pengetahuan, fitnah-fitnah yang menyesatkan, dan syahwat perut serta seks. (Ar-Ridha)
- Barangsiapa menipu umatku maka baginya laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia. Ditanyakan, "Ya Rasulullah, apakah pengertian tipuan umatmu itu?" Beliau menjawab, "Mengada-adakan amalan bid'ah, lalu melibatkan orang-orang kepadanya." (HR. Daruquthin dari Anas).
Setelah kita membaca
hadits-hadits di atas Coba saudara cermati lagi. Telah kami terangkan bahwa kami
umat Islam Ahlussunnah Wal Jamaah sangat menolak bid'ah dhalalah, persis dengan
hadits2 di atas, yaitu menolak perilaku menciptakan ibadah baru yang
bertentangan dengan ajaran Syariat Islam, contohnya pelaksanaan Doa Bersama
Muslim non Muslim, karena perilaku itu bertentangan dengan Alquran, falaa
taq'uduu ma'ahum hatta yakhudhuu fi hadiitsin ghairih (janganlah kalian duduk
dengan mereka -non muslim dalam ritualnya- hingga mereka membicarakan pembahasan
lain -yang bukan ritual). Serta dalil lakum diinukum wa liadiin, bagimu agamamu dan
bagiku agamaku. Jadi jelaslah, perilaku “Doa Bersama Muslim non Muslim” ini ini jelas-jelas bid'ah dhalalah, tidak ada
tuntunannya sedikitpun di dalam Islam. Tetapi tentang bid'ah hasanah semisal
ritual tahlilan atau kirim doa untuk mayit, pasti tetap kami laksanakan, karena
tidak bertentangan dengan syariat Islam,
bahkan ada perintahnya
baik dari Alquran maupun Hadits. Perlu diketahui, yang dimaksud ritual Tahlilan itu,
adalah dimulai dengan
- Mengumpulkan masyarakat untuk hadir di majlis dzikir dan taklim, tidakkah ini sunnah Nabi? Hadits masyhur : idza marartum bi riyaadhil jannah farta'uu, qaluu wamaa riyadhul jannah ya rasulullah? Qaala hilaqud dzikr (Jika kalian mendapati taman sorga, maka masuklah, mereka bertanya, apa itu (riyadhul jannah) taman sorga, wahai Rasulullah? Beliau menjawab : majlis dzikir).
- Membaca surat Alfatihah, tidakkah baca Alfatihah ini perintah syariat ?
- Baca surat Yasin, tidakkah baca Yasin juga perintah syariat ?
- Baca Al-ikhlas, Al-alaq-Annaas, tidakkah Allah berfirman faqra-u ma tayassara minal quran (bacalah apa yang mudah/ringan dari ayat Alquran).
- Baca subhanallah, astaghfirullah, shalawat Nabi, kalimat thayyibah lailaha illallah muhammadur rasulullah.
- Doa penutup.
- Lantas tuan rumah melaksanakan ikramud dhaif, menghormati tamu sesuai dengan kemampuannya.
Tentunya dalam masalah ini sangat bervariatif
sesuai dengan tingkat kemampuannya, tak ubahnya saat Akhi/keluarga Akhi
melaksnakan pernikahan dengan suguhan untuk tamu, yang disesuaikan dengan
kemampuan tuan rumah.
Nah, jika amalan2 ini
dikumpulkan dalam satu tatanan acara, maka itulah yang dinamakan tahlilan,
sekalipun Nabi tidak pernah mengamalkan tahlilan model Indonesia ini, namun
setiap komponen dari ritual tahlilan adalah mengikuti ajaran Nabi saw. maka yang
demikian inilah yang dinamakan dengan BID'AH HASANAH.
Siapa kira-kira yang
memulai Bid’ah Hasanah ini? Tiada lain adalah Khalifah ke dua, Sahabat Umar bin
Khatthab, tatkala beliau tahu bahwa Nabi mengajarkan shalat sunnah Tarawih 20
rakaat di bulan Ramadhan. Namun Nabi saw. melaksanakannya di masjid dengan
sendirian, setelah beberapa kali beliau lakukan, lantas ada yang ikut jadi
makmum, kemudian Nabi melaksnakan 8 rakaat di masjid, selebihnya dilakukan di
rumah sendirian. Demikian pula para sahabatpun mengikuti perilaku ini, hingga
pada saat kekhalifahan Sahabat Umar, beliau berinisiatif mengumpulkan semua
masyarakat untuk shalat Tarawih dengan berjamaah, dilaksanakan 20 rakaat penuh
di dalam masjid Nabawi, seraya berkata : Ni'matil bid'atu haadzihi (sebaik-baik
bid’ah adalah ini = pelaksanaan tarawih 20 rakaat dengan berjamaah di dalam
masjid sebulan penuh). Bid'ahnya sahabat Umar ini terus berjalan hingga saat
ini, malahan yang melestarikan adalah tokoh-tokoh Saudi Arabia seperti kita lihat sampai saat ini bahwa di
Masjidil Haram tarawih berjama’ah 20 rokaat sebulan penuh, sekaligus dengan
mengkhatamkan Qur’an. Hal ini sama lestarinya dengan bid'ahnya para
Wali
songo yang mengajarkan tahlilan di
masyarakat Muslim Indonesia. Jadi baik Sahabat Umar dan pelanjut shalat tarawih
di masjid-masjid di seluruh dunia, maupun para Walisongo dengan para pengikutnya
umat Islam Indonesia, adalah pelaku BID'AH HASANAH, yang dalam hadits Nabi yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim disebut : Man sanna fil Islami sunnatan hasanatan,
fa lahu ajruha wa ajru man amila biha bakdahu min ghairi an yangkusha min
ujurihim syaik (Barangsiapa yang memberi contoh sunnatan hasanatan (perbuatan
baru yang baik) di dalam Islam (yang tidak bertentangan dengan syariat), maka ia
akan mendapatkan pahalanya dan kiriman pahala dari orang yang mengamalkan
ajarannya, tanpa mengurangi pahala para pengikutnya sedikit pun.
Jadi sangat jelas baik
sahabat Umar maupun para Wali songo telah mengumpulkan pundi-pundi pahala yang
sangat banyak dari kiriman pahala umat Islam yang mengamalkan ajaran Bid'ah
Hasanahnya beliau-beliau itu. Baik itu berupa Bid'ahnya Tarawih Berjamaah maupun
Bid'ahnya Tahlilan dan amalan baik umat Islam yang lainnya.
CONTOH-CONTOH BID’AH
HASANAH
Setelah baginda Nabi saw.
wafat pun amal-amal perbuatan baik yang baru tetap dilakukan. Umat islam
mengakuinya berdasar dalil-dalil yang shahih. Simak berbagai contoh
berikut,
1. Pembukuan al Qur’an.
Sejarah pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an. Bagaimana sejarah penulisan ayat-ayat
al Qur’an. Hal ini terjadi sejak era sahabat Abubakar, Umar bin Khattab dan Zaid
bin Tsabit ra. Kemudian oleh sahabat Ustman bin ‘Affan ra. Jauh setelah itu
kemudian penomoran ayat/ surat, harakat tanda baca, dll.
2. Sholat tarawih seperti saat ini. Khalifah Umar
bin Khattab ra yang mengumpulkan kaum muslimin dalam shalat tarawih berma’mum
pada seorang imam. Pada perjalanan berikutnya dapat ditelusuri perkembangan
sholat tarawih di masjid Nabawi dari masa ke masa
3. Modifikasi yang dilakukan
oleh sahabat Usman Bin Affan ra dalam pelaksanaan sholat Jum’at. Beliau memberi
tambahan adzan sebelum khotbah Jum’at.
4. Pembukuan
hadits beserta
pemberian derajat hadits shohih, hasan, dlo’if atau ahad. Bagaimana sejarah pengumpulan dari hadits satu
ke hadits lainnya. Bahkan Rasul saw. pernah melarang menuliskan hadits2 beliau
karena takut bercampur dengan Al Qur’an. Penulisan hadits baru digalakkan sejak
era Umar ibn Abdul Aziz, sekitar abad ke 10 H.
5. Penulisan sirah Nabawi.
Penulisan berbagai kitab nahwu saraf, tata bahasa Arab, dll. Penulisan kitab
Maulid. Kitab dzikir, dll
6. Saat ini melaksanakan
ibadah haji sudah tidak sama dengan zaman Rasul saw. atau para sahabat dan
tabi’in. Jamaah haji tidur di hotel berbintang penuh fasilitas kemewahan, tenda
juga diberi fasiltas pendingin untuk yang haji plus, memakai mobil saat menuju
ke Arafah, atau kembali ke Mina dari Arafah dan lainnya.
7. Pendirian
Pesantren dan Madrasah serta TPQ-TPQ yang dalam pengajarannya dipakai sistem
klasikal.
dan masih banyak contoh-contoh lain.
dan masih banyak contoh-contoh lain.
Komentar
Posting Komentar