Haji Dalam Kondisi Iddah

Hasil Bahtsul Masail PWNU 1980 di PP.Qomaruddin Bungah Gresik
Diskripsi Masalah
Ada dua orang suami istri akan melakukan ibadah haji kurang sepuluh hari berangkat si suami meninggal dunia, lalu si istri akan melanjutkan ibadah hajinya dengan mahrom orang lain, karena memang baru kali ini dia akan beribadah haji.
Pertanyaan
Bolehkah dia (isteri) terus berangkat atau tidak, sedangkan dia masih dalam keadaan iddah dan wajib ihdad (tidak terhias dan parvum)
Jawab:
Tidak boleh, kecuali ada kekhawatiran yang mengancam keselamatan jiwa, harta (seperti potongan biaya administrasi) dan sebagainya.
Dasar Pengambilan:
  1. Jamal Ala Fathi Al-Wahab, Juz IV, Hlm. 463
(وَكَخَوْفٍ) عَلَى نَفْسٍ أَوْ مَالٍ مِنْ نَحْوِ هَدْمٍ وَغَرَقٍ وَفَسَقَةٍ مُجَاوِرِينَ لَهَا (قَوْلُهُ: أَوْ مَالٍ) أَيْ لَهَا أَوْ لِغَيْرِهَا كَوَدِيعَةٍ، وَإِنْ قَلَّ قَالَ حَجّ أَوْ اخْتِصَاصٌ كَذَلِكَ فِيمَا يَظْهَرُ.
Diperbolehkan keluar rumah karena ada hajat seperti khawatir atas dirinya atau hartanya dari sesamanya bencana alam, banjir, kefasikan yang berdekatan dengannya (kata mushonif: “atau harta”) maksudnya baik bagi dirinya perempuan atau milik orang lain, seperti harta titipan meskipun meskipun sedikit, imam ibnu hajar berkata: atau kehususan itulah menjadi alasan/sebab

Komentar