Akad Pemeliharaan Hewan Ternak

Hasil Bahtsul Masail PWNU Jatim 1980 di Asembagus Situbondo
Ada seorang pembeli sapi seharga Rp. 100.000, lalu dipeliharakan kepada orang lain dengan perjanjian: kalau nantinya sapi tersebut dijual, maka keuntungannya dibagi antara pemilik sapi dan pemeliharanya. Kalau sapi tersebut betina lalu dalam perjanjian ditetapkan untuk membagi hasil anak sapi tersebut bila sudah berternak. Tetapi apabila pemilik sapi tersebut suatu waktu ingin menjual sapi dalam keadaan belum beranak, dan bagi hasil tetap dilakukan dalam mas’alah yang pertama. Yang dimas’alahkan, hal tersebut termasuk aqad apa? Dan hukumnya sah atau tidak?
Jawab:
Apabila yang dijanjikan itu adalah membagi keuntungan dari hasil penjualan (ribhi), maka hal itu termasuk qirod fasid, menurut ulama Tsalasah. Apabila yang dimaksud menyewa orang, dengan ongkos membagi hasil, maka dinamakan ijaroh fasidah, yang mempunyai sapi wajib memberi ongkos misil (umum) kepada orang tersebut (amil).
Dasar Pengambilan:
  1. Al-Muhadzab juz I, Hlm. 392
فَصْلٌ: وَلاَ يَصِحُ (القِراَضُ) إِلاَّ عَلَى اْلأَثْماَنِ وَهِيَ الدَّراَهِمُ وَالدَّناَنِيْرُ فَأَماَّ ماَ سِواَهُماَ مِنَ الْعُرُوْضِ وَالْعَقاَرِ وَالسَّباَئِكَ وَالْفُلُوْسِ فَلاَ يَصِحُ القِراَضُ عَلَيْهاَ.
(Fasal): Tidak sah Qirodl (bagi hasil) kecuali atas atsman (yang bernilai) yaitu, Dirham dan Dinar, adapun selain keduanya, seperti benda, tanah, barang produksi, fulus (uang logam) maka tidak sah Qirodl (bagi hasil) atasnya.

  1. Al-Mizan, Juz II, Hlm. 88
قَالَ وَأَمَّا مَا اخْتَلَفُوْا فِيْهِ (القِرَاضِ) فَمِنْ ذَلِكَ قَوْلُ مَالِكَ وَالشَّافِعِىِّ وَأَحْمَدَ: إِنَّهُ لَوْأَعْطَاهُ سِلْعَةً وَقَالَ لَهُ بِعْهَا وَاجْعَلْ ثَمَنَهَا قِرَاضاً فَهُوَ قِراَضٌ فاَسِدٌ مَعَ قَوْلٍ أَبِى حَنيِفَةَ إِنَّهُ قِراَضٌ صَحِيْحٌ، فاَلأَوَّلُ مُشَدَّدٌ وَالثَّانِ مُخَلَّفٌ...الخ
Adapun permasalahan yang dipertentangkan (Qirodl/bagi hasil) diantaranya pendapat imam Malik, imam Syafi’i dan imam Ahmad: Sesungguhnya apabila seseorang memberikan harta benda dan berkata kepada penerimanya “Juallah ini dan hasilnya kau jadikan Qirodl”, maka itu dinamakan Qirodl fasid (bagi hasil yang rusak). Pendapat yang pertama adalah pendapat yang berat sedangkan yang kedua, adalah pendapat yang ringan.
Aqad tersebut tidak sah, sebab anak sapi itu bukan dari pekerjaan pemelihara tersebut.
Dasar Pengambilan:
  1. Al-Bujairimi ala al-Iqna’, Juz III, Hlm. 115
تَتِمَّةٌ: لَوْ أَعْطَى شَخْصٌ آخَرَ دَابَّةً لِيَعْمَلَ عَلَيْهَا، أَوْ يَتَعَهَّدَهَا وَفَوَائِدُهَا بَيْنَهُمَا لَمْ يَصِحَّ الْعَقْدُ؛ ِلأَنَّهُ فِي اْلأُولَى يُمْكِنُهُ إيجَارُ الدَّابَّةِ فَلاَ حَاجَةَ إلَى إيرَادِ عَقْدٍ عَلَيْهَا فِيهِ غَرَرٌ، وَفِي الثَّانِيَةِ الْفَوَائِدُ لاَ تَحْصُلُ بِعَمَلِهِ . وَلَوْ أَعْطَاهَا لَهُ لِيَعْلِفَهَا مِنْ عِنْدِهِ بِنِصْفِ دَرِّهَا فَفَعَلَ ضَمِنَ لَهُ الْمَالِكُ الْعَلَفَ، وَضَمِنَ اْلآخَرُ لِلْمَالِكِ نِصْفَ الدَّرِّ وَهُوَ الْقَدْرُ الْمَشْرُوطُ لَهُ لِحُصُولِهِ بِحُكْمِ بَيْعٍ فَاسِدٍ، وَلاَ يَضْمَنُ الدَّابَّةَ؛ ِلأَنَّهَا غَيْرُ مُقَابَلَةٍ بَعُوضٍ .وَإِنْ قَالَ: لِتَعْلِفْهَا بِنِصْفِهَا فَفَعَلَ فَالنِّصْفُ الْمَشْرُوطُ مَضْمُونٌ عَلَى الْعَالِفِ لِحُصُولِهِ بِحُكْمِ الشِّرَاءِ الْفَاسِدِ دُونَ النِّصْفِ اْلآخَرِ .
(Peringatan) jika seseorang memberikan hewan piaraannya kepada orang lain agar dipekerjakan, atau untuk dipelihara, dan hasilnya dibagi antara keduannya, maka aqad tersebut tidak sah. Karena pada contoh yang pertama menyewakan hewan, maka tidak ada hajat (tidak perlu) mendatangkan aqad lagi atas hewannya yang dapat mengandung ghoror/penipuan. Yang kedua, hasil dari hewan piaraan, itu bukan pekerjaan.
Seandainya seseorang memberikan hewan piaraannya kepada orang lain untuk dipekerjakan untuk dirinya dengan upah ½ dari hasil susu hasil perahnya, kemudian dipekerjakan oleh orang lain tersebut, maka pemilik hewan harus mengganti biaya pemeliharaan (memberi makan hewan) dan pekerja harus mengganti kepada pemilik atas ½ dari hasil susu perahnya. Pengganti itu karena sudah hasil ukuran yang dijanjikan, dan telah terjadi dengan hukum jual beli yang rusak. dan tidak perlu mengganti rugi hewan piaraan, karena itu tidak ada kesesuaian ganti rugi.
Jika pemilik dalam menyerahkan hewan mengatakan untuk diramut (diberi makan) dengan ongkos separo hasilnya, kemudian dilaksanakan oleh penerima (pemelihara), maka separo yang dijanjikan menjadi tanggungan pemelihara, karena dianggap terjadi hukum pembeliaan yang fasid (rusak) bukan separo yang lain.
  1. Tuhfatu al-Habib ‘Ala Syarhi al-Iqna al-Bujairimi, Juz III, Hlm. 179
وَلَوْ قَالَ شَخْصٌ لآخَرَ سَمِّنْ هَذِهِ الشَّاةَ وَلَكَ نِصْفُهاَ أَوْ هاَتَيْنِ عَلىَ أَنَّ لَكَ إِحْداَهُماَ لَمْ يَصِحَّ ذَلِكَ وَاسْتَحَقَّ أُجْرَةَ المِثْلِ لِلنَّصْفِ الذِّى سَمَنَّهُ لِلْماَلِكِ.
Apabila ada orang berkata kepada orang lain: gemukkan kambing ini! Kamu saya beri komisi separo dari laba penjualan, atau berkata: gemukkan dua kambing ini! Kamu saya beri yang satu, maka tidak sah. Dan ia mendapat ongkos misil (umum), sedang hasilnya semua dimiliki yang punya kambing

Komentar