PERTANYAAN
:
Aji
Wisurya MQ
assalamu'alaikum mohon
pencerahan nya...apa itu ayat mutsyabihat..Jazakallah khair.
JAWABAN
:
Mbah
Jenggot II
Ayat Mutasyabihat adalah
ayat yang tidak jelas maksudnya.Mutasyabihat artinya nash-nash al Qur'an dan
hadits Nabi Muhammad saw. yang dalam bahasa arab mempunyai lebih dari satu arti
dan tidak boleh diambil secara zhahirnya, karena hal tersebut mengantarkan
kepada tasybih (menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya), akan tetapi wajib
dikembalikan maknanya sebagaimana perintah Allah dalam al Qur'an pada ayat-ayat
yang Muhkamat, yakni ayat-ayat yang mempunyai satu makna dalam bahasa Arab,
yaitu makna bahwa Allah tidak menyerupai segala sesuatu dari
makhluk-Nya.
Ayat Mutasyabihat dibagi
menjadi dua :
1.Pertama, ayat Mutasyabihat
yang hanya Alloh yang mengetahui maksudnya, seperti ayat-ayat yang berhubungan
dengan hal yang ghaib.
2.Kedua, ayat Mutasyabihat
yang dapat diketahui oleh orang-orang yang mendalam ilmunya (ar rasikhun fil
‘ilm), sesudah menyelidikinya secara mendalam. Seperti maksud dari al istiwa’
dalam ayat: ”Ar Rahmanu ‘ala al ‘arsyi istawa”. QS Thaha: 5. Para ulama ar
rasikhun fil ‘ilm menafsirkan istawa di atas dengan ‘menguasai’ (al Qahr), bukan
bersemayam; sebagaimana diungkapkan oleh Syekh Abdulloh al Harari dalam al Syarh
al Qawim fi Hall Alfadz al Shirath al Mustaqim.
Al Imam Ahmad ar-Rifa'i
dalam al Burhan al Muayyad berkata: "Jagalah aqidah kamu sekalian dari berpegang
kepada zhahir ayat al Qur'an dan hadits Nabi Muhammad saw. yang Mutasyabihat
sebab hal ini merupakan salah satu pangkal kekufuran".
Adapun dalilnya : Dialah
yang menurunkan al Kitab (al Quran) kepadamu. Di antarnya ada ayat-ayat yang
Muhkamat, itulah pokok-pokok isi al Quran, dan yang lain (ayat-ayat)
Mutasyabihat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong pada kesesatan maka
mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang Mutasyabihat daripadanya untuk
menimbulkan fitnah untuk mencari-car ta’wilnya, padahal tidak ada yang
mengetahui ta’wilnya melainkan Alloh. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya
berkata: ‘Kami beriman kepada ayat-ayat mutsyabihat, semuanya dari sisi Tuhan
kami.’ Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang
yang berakal.” QS Ali Imran: 7.
Ayat di atas menerangkan
bahwa di antara isi al Quran terdapat ayat-ayat yang Muhkamat dan Mutasyabihat.
Ayat Muhkamat adalah ayat-ayat yang terang dan jelas maksudnya, dapat dipahami
dengan mudah. Sedangkan ayat Mutasyabihat adalah ayat yang tidak jelas
maksudnya.
Firman Allah swt. surat
Thaha: 5: “Ar Rahmanu ‘ala ‘arsyi istawa”.
Ayat ini tidak boleh
ditafsirkan bawa Allah duduk (jalasa) atau bersemayam atau berada di atas 'Arsy
dengan jarak atau bersentuhan dengannya. Juga tidak boleh dikatakan bahwa Allah
duduk tidak seperti duduk kita atau bersemayam tidak seperti bersemayamnya kita,
karena duduk dan bersemayam termasuk sifat khusus benda sebagaimana yang
dikatakan oleh al Hafizh al Bayhaqi, al Imam al Mujtahid Taqiyyuddin as-Subki
dan al Hafizh Ibnu Hajar dan lainnya.
Kemudian kata istawa
sendiri dalam bahasa Arab memiliki 15 makna. Karena itu kata istawa tersebut
harus ditafsirkan dengan makna yang layak bagi Allah dan selaras dengan
ayat-ayat Muhkamat. Berdasarkan ini, maka tidak boleh menerjemahkan kata istawa
ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa lainnya karena kata istawa mempunyai 15
makna dan tidak mempunyai padan kata (sinonim) yang mewakili 15 makna tersebut.
Yang diperbolehkan adalah menerjemahkan maknanya, makna kata istawa dalam ayat
tersebut adalah qahara (menundukkan atau menguasai).
Al Imam Ali ra. mengatakan:
"Sesungguhnya Allah menciptakan 'Arsy untuk menampakkan kekuasaan-Nya bukan
untuk menjadikannya tempat bagi Dzat-Nya".
Maka ayat tersebut (surat
Thaha: 5) boleh ditafsirkan dengan qahara (menundukkan dan menguasai) yakni
Allah menguasai 'Arsy sebagaimana Dia menguasai semua makhluk-Nya. Karena al
Qahr adalah merupakan sifat pujian bagi Allah. Dan Allah menamakan dzat-Nya al
Qahir dan al Qahhar dan kaum muslimin menamakan anak-anak mereka 'Abdul Qahir
dan 'Abdul Qahhar. Tidak seorangpun dari umat Islam yang menamakan anaknya 'Abd
al jalis (al jalis adalah nama bagi yang duduk). Karena duduk adalah sifat yang
sama-sama dimiliki oleh manusia, jin, hewan dan malaikat.
Penafsiran di atas tidak
berarti bahwa Allah sebelum itu tidak menguasai 'arsy kemudianmenguasainya,
karena al Qahr adalah sifat Allah yang azali (tidak mempunyai permulaan)
sedangkan 'arsy adalah merupakan makhluk yang baru (yang mempunyai permulaan).
Dalam ayat ini, Allah menyebut 'arsy secara khusus karena ia adalah makhluk
Allah yang paling besar bentuknya.
Komentar
Posting Komentar